Melihat Ritual Bakar Kim Cua dan Gim Cua

Antara Tradisi dan Kepercayaan

Dalam kehidupan di Cina, tradisi budaya dan religi kadang menjadi satu, itulah sebabnya tradisi budaya Cina disebut juga ‘Tradisi Religi.’ Nah salah satu tradisi religi tersebut adalah membakar kertas kim cua dan gim cua dan larangan mengenakan pakaian warga merah saat ada keluarga yang meninggal.

Iriansyah. B

Salah satu ritual yang kerap dilakukan masyarakat tionghoa hingga saat ini adalah membakar kertas kim cua untuk persembahan kepada dewa dan gim cua untuk ritual kematian.


“Diantara beberapa perlengkapan persembahyangan etnis Tionghoa, Kim Cua dan Gim Cua tetap yang paling banyak dicari ujar Herman karyawan Ligth Lotus Gallery, toko yang menyediakan beragam perlengkapan Sembahyang di Jl Jend Sudirman kepada RADAR PALEMBANG.
Menurutnya, di Ligth Lotus gallery hampir semua perlengkapan sembahyang warga tionghoa tersedia seperti garu, kertas kim cua, kertas gim cua, kertas chi fo cin, rupang dewa, buddha, aksesoris, buku-buku keagamaan Buddha, DVD lagu-lagu pujaan serta perlengkapan lainnya. “Nah dari semua jenis barang yang ditawarkan tersebut, kim cua dan gim cua yang paling banyak dicari,” ujarnya.
Dijelaskannya, kertas kim cua biasanya digunakan untuk persembahan kepada dewa sedangkan gim cua pada saat kematian. Kim cua kertasnya berlapiskan warna emas, sedangkan gim cua berlapis perak. “ kim itu kan emas, kalu gim itu perak, “ terangnya.
Masih kata Herman, tingginya permintaan kedua jenis barang tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya semakin banyaknya ritual keagamaan yang dilakukan. Selain kertas kim cua dan gim cua, juga ada kertas yang juga banyak dicari yaitu Chi Fo Cin.
Kertas ini tersedia delapan macam, antara lain untuk kemakmuran, tolak balak, penyebarangan serta pengabul keinginan. “Untuk chi fo cin ini tergantung niat yang membeli, ada untuk tolak balak, kemakmuran dan pengabul keinginan, kertas tersebut biasanya dibakar, “ terangnya.
Selain itu juga ada tradisi saat ada keluarga meninggal, yaitu larangang mengenakan pakaian warna merah selama satu tahun. Hardi warga Tionghoa yang tinggal di Jl Dr M Isa ini mengakui tradisi tersebut dibeberapa tempat masih dilakukan. Namun tidak seperti yang dilakukan para pendahulu beberapa puluh tahun yang lalu. “ Kalau dulu, saat ada anggota keluarga yang meninggal, semua anggota keluarga dilarang gunakan baju warna merah selama satu tahun, “ ujarnya.
Tidak hanya itu, mereka juga dilarang untuk memotong rambut, berhias bahkan tidak boleh merayakan hari besar seperti Imlek. Menurut kepercayaan mereka hal ini dilakukan sebagai bentuk tutur berduka cita, karena warna merah bagi etnis tionghoa melambangkan kemakmuran dan suka cita.(**)

Tinggalkan komentar